Menu

Mode Gelap
PT Indo Global Traktor Buka Cabang di Kolaka, Gandeng PT Surya Saputra Sentosa Siapkan Workshop dalam Areal Tambang Syukuran Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke-70, Kapolres Kolaka : Fokus Utama Menurunkan Angka Lakalantas Kantongi RKAB Sejak 2024, PT Toshida Indonesia Disebut Tak Salurkan Program PPM Malam Ini, Puluhan Personel TNI di Kolaka Siaga Situasi Tak Kondusif, Disdikbud Sultra Liburkan Sekolah Peringatan Bupati Kolaka : ASN Jangan Seenaknya Ngoceh di Medsos

Feature

Ponda’Ta dan Kisah Rimal Manuk Allo Menggali Identitas Wasuponda yang Terkubur

badge-check


 Kepala Desa Tabarano, Rimal Manuk Allo Perbesar

Kepala Desa Tabarano, Rimal Manuk Allo

Oleh: Abdul Saban

SIBERKITA.ID, MALILI – Jalan itu menanjak bukit, sejauh mata memandang, hamparan pohon nanas berderet rapi di atas perbukitan Agrowisata Ponda’Ta, desa Tabano, kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kawasan ini dulunya hanya pegunungan gersang, tertutup rumput ilalang. Setiap saat, penduduk dihimpit ketakutan akan bencana kebakaran dan banjir dari gunung itu. Malapetaka ini telah menjadi ancaman bagi penduduk selama puluhan tahun.

Era keemasan Tabarano dimulai sejak tahun 2022 lalu. Kampung yang terletak di kaki pegunungan Wasuponda ini mengalami perubahan drastis setelah Manuk Allo mulai melihat arah masa depan pembangunan. Perempuan ini berinisiatif mengubah momok menakutkan di bukit terjal itu menjadi peluang positif.

Bak mutiara yang tersembul ke permukaan bumi, idenya menggagas program Agrowisata Ponda’Ta di lahan tandus itu, Rimal memimpin penduduk desa Tabarano mengelola kebun nanas, Konsepnya, memadukan keindahan alam dengan kekuatan masyarakatnya — kultur budaya.

Rimal Manuk Allo adalah Kepala Desa Tabarano. Perempuan kelahiran La’bo, 25 Maret 1975 menjadi orang keempat yang menjabat Kepala Desa Tabarano, sejak dimekarkan dari Desa Ledu-Ledu tahun 1987 lalu.

Sebelumnya, Tabarano hanyalah dikenal sebagai  desa tertinggal berdasarkan Indikator Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Namun hanya dalam waktu delapan tahun, dia mampu mengamputasi predikat itu, menjadikan Tabaro berstatus sebagai desa Mandiri.

Di desanya, dia sering disebut “Mama Desa” sebagai gelar penghormatan oleh masyarakat karena usahanya memajukan Tabarano. Oleh pemerintah pusat dia bahkan didaulat sebagai salah satu Kepala Desa Perempuan Inspiratif di Indonesia.

Di tangannya, Tabarano telah berkembang menjadi komunitas pedesaan dengan memaksimalkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang terintegrasi menyeluruh

Menggali Identitas Wasuponda

Wasuponda adalah nama kecamatan yang menjadi bagian dari desa Tabarano. Dalam bahasa daerah setempat, Wasuponda terdiri dari dua kata, yakni “Wasu” yang berarti batu, serta “Ponda” artinya nanas. Jika digabung, maka arti kata Wasuponda adalah buah nanas di atas batu.  Dua kata ini dipercayai para tetua kampung, bahwa sejak dulu, penduduk Wasuponda telah membudidayakan nanas. Buah itu tumbuh di atas batu cadas, menciptakan pemandangan unik.

Senior Coordinator PTPM Livelihood PT Vale Indonesia Tbk, Sainab Husain Paragay mengatakan, identitas Wasuponda sebagai daerah penghasil nanas itu baru dikembangkan lagi melalui program Proyek Pineapple Pathways for Sustainability (Ponda’ta) pada lahan seluas 5 hektare di area Gunung Tabor, Desa Tabarano.

Hamparan pohon nanas di kebun Agro Ponda'Ta, desa Tabarao.

Hamparan pohon nanas di kebun Agro Ponda’Ta, desa Tabarao.

Sejak 2022, Rimal Manuk Allo nengubah lahan kritis dan berbatu itu. Bersama masyarakat, mereka menanam ribuan pohon nanas dengan bekerja sama PT Vale Indonesia Tbk. Agro Ponda’ta, nama kawasan ini, berasal dari kata ‘Ponde’ dan ‘Ta’malolo’, yang berarti menanam dan tumbuh bersama.

Lahan kering dan berbatu mulai digarap, dan hasil panen mulai terlihat. Kunci keberlanjutan program ini adalah komitmen PT Vale, yang memberikan pendampingan teknis, pengadaan bibit, pelatihan, bantuan air, hingga pembangunan rumah produksi.

“Kami memilih lokasi ini karena tantangannya nyata. Namun, di situlah potensi dan semangat masyarakat muncul. Desain program ini tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga pada pemberdayaan perempuan, edukasi lingkungan, dan regenerasi pertanian,” ujar Sainab.

Selain itu, PT Vale juga mendukung program ini melalui penguatan keterampilan pengelolaan dan pengolahan produk nanas. Sasaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) di desa Tabarano.

Kepala Desa Tabarano, Rimal Manuk Allo mengatakan, saat ini mereka memiliki 5 hektare kebun nanas, dua embung kecil penampung air, sistem drainase untuk menjaga kelembaban tanah, dan roll plastik pertanian untuk membungkus buah nanas agar lebih tahan simpan.

Selain itu, pihaknya juga menerima dana hibah dari PT Vale melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), yang setiap tahunya terus meningkat. “Tahun ini mencapai Rp600 juta,” ujar Rimal.

Menurutnya, inisiatif program Ponda’Ta merupakan karya terbesar dalam hidupnya. Di dalamnya terselip cita-cita luhur, mengangkat kembali indentitas Wasuponda sebagai daerah penghasil nanas, dan bisa menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat melalui pengolahan buah nanas.

Gilda, salah satu anggota Kelompok Pengelolan Produk Turunan Nanas desa Tabarano adalah salah satu penerima dampak positif atas keberhasilan program Ponda’Ta.

Wanita paruh baya ini dulunya hanya bekerja serabutan. Kini, ia menjadi salah satu dari 11 pengelola kebun nanas yang aktif memproduksi dodol, keripik, dan asinan nanas di rumah produksi bersama kelompok perempuan. Ia bahkan sudah bisa menabung dari hasil kerja di ladang dan rumah produksi. “Saya bangga. Ini bukan hanya soal gaji, tetapi kehidupan yang layak,” katanya.

Program Agro Ponda’ta telah membuka akses kerja bagi puluhan warga, terutama perempuan dan kelompok rentan. Lima orang menjadi petani budi daya utama, sepuluh lainnya pengelola. Saat panen raya atau pengolahan produk, desa memberdayakan warga janda, pengangguran, dan mereka yang kehilangan mata pencaharian.

“Semua turun tangan, bahkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga ikut tanam nanas.,”  ujar Yohanis Gusti, Kepala Dusun sekaligus Ketua Kelompok Budidaya Nanas.

Yang lebih mengesankan, buah nanas di Tabano tidak menggunakan pestisida. Ini membutuhkan intervensi yang sangat tinggi, utamanya pengelolaan tanah secara manual untuk mendapatkan buah organik, tanpa zat kimia. Limbah ban, sekam, dan material sisa dari PT Vale dimanfaatkan untuk memperkuat terasering dan mencegah longsor, menggantikan semen.

Melalui program ini, Rimal sekal lagi menunjukan kepada kita tentang pengolahan produk lokal yang terintegarasi, mulai dari hulu ke hilir. Ada kebun nanas – diolah penduduk lokal – buahnya diolah kembali dan dijual. Pasarannya bahkan sampai ke luar negeri. Produk UMKM dari kebun nanas ini dipamerkan hingga ke kantor pusat PT Vale dan dijajaki untuk ekspor ke Jepang.

Agro Ponda’Ta kini mendunia, seperti cita-cita Rimal, menggali identitas Wasponda. Dia tidak hanya merevitalisasi tanah dan ekonomi desa, tetapi juga identitas budaya yang lama tertimbun. (*)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Mendengar dengan Hati, Membangun dengan Harapan: Komitmen PT Vale Bersama Masyarakat Morowali

12 Oktober 2025 - 14:02 WITA

MATA Wolo Dukung Program Pemberdayaan Masyarakat PT Ceria

11 Oktober 2025 - 20:17 WITA

Indonesia di Pusat Mineral Kritis: Menempa Masa Depan Energi Berkelanjutan

11 Oktober 2025 - 12:56 WITA

Kolaborasi PT IPIP dan TNI, Tebar Kehangatan dan Kepedulian Lewat Baksos Donor Darah

10 Oktober 2025 - 15:53 WITA

Dukung Program Pemkab Sehat, Bersih dan Berdaya, PT Vale bersama Pemkab Kolaka dan Huayou Teken MoU Strategis

9 Oktober 2025 - 19:40 WITA

Trending di Bisnis