Laporan: Abdul Saban
SIBERKITA.ID, KOLAKA – PT Ceria Nugraha Indotama (Ceria Group) mencatatkan sejarah baru di momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 Provinsi Sulawesi Tenggara, 27 April 2025, secara resmi memproduksi ferronickel (FeNi) perdana dari Smelter Merah Putih di Wolo, Kabupaten Kolaka. Momen ini menandai lahirnya era baru industri nikel berkelanjutan di Indonesia.

“Alhamdulillah atas izin Allah, tepat di HUT Sultra ke-61 pukul 13.38 WITA, Smelter Merah Putih PT Ceria berhasil memproduksi ferronickel untuk pertama kalinya,” ungkap CEO Ceria Group, Derian Sakmiwata, Minggu (27/04/2025).
Menurut Derian, pencapaian monumental ini — dengan target Project Commercial Operation Date (PCOD) yang tercapai tepat waktu — bukan hanya menjadi kebanggaan bagi PT Ceria, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pionir dalam pengembangan industri nikel hijau berbasis prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
“Kesuksesan ini menjadi pijakan penting bagi pengembangan bisnis kami ke depan. Kami telah menyiapkan rencana ekspansi untuk membangun jalur produksi RKEF Line 2, Line 3, dan Line 4, guna meningkatkan kapasitas produksi hingga 252.700 ton ferronickel per tahun, atau setara dengan 55.600 ton logam nikel,” jelas Derian.
Ia menambahkan, ekspansi ini bukan hanya untuk memperbesar kapasitas, melainkan memperkokoh posisi PT Ceria sebagai pemain utama dalam rantai pasok industri kendaraan listrik (EV) global, khususnya dalam penyediaan green nickel berkualitas tinggi.
Tak hanya itu, PT Ceria juga tengah mempersiapkan pendanaan strategis untuk membangun pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) dengan target kapasitas produksi 146.600 ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun, serta pembangunan Nickel Matte Converter, Nickel Matte Refinery, dan MHP Refinery untuk memperluas kontribusi dalam ekosistem baterai kendaraan listrik dunia.
“Dengan seluruh inovasi ini, Smelter Merah Putih bukan hanya menghasilkan ferronickel berkualitas, tetapi juga green nickel product yang ramah lingkungan dan berdaya saing global,” tegas Derian.
General Manager RKEF Operation Readiness PT Ceria, Roimon Barus, menambahkan bahwa keberhasilan produksi perdana ini merupakan hasil dari persiapan teknis yang matang dan implementasi prosedur operasi yang ketat sejak tahap hot commissioning.
“Sejak hot commissioning dimulai pada Februari 2025, seluruh tim menjalankan protokol operasi dengan pendekatan berbasis risiko dan keandalan tinggi. Produksi perdana ini menunjukkan bahwa seluruh sistem — mulai dari pengumpanan bijih, pengeringan, hingga pembakaran di furnace — berjalan stabil dan memenuhi parameter operasional yang telah ditetapkan,” jelas Roimon.
Roimon juga menegaskan bahwa keberhasilan ini mencerminkan kapabilitas PT Ceria dalam mengadopsi teknologi industri modern secara efektif, dengan mengutamakan keselamatan kerja, efisiensi energi, dan kepatuhan terhadap standar lingkungan.
“Fasilitas smelter ini dilengkapi dengan sistem dust collector, pengelolaan limbah, serta pemantauan emisi digital secara real-time, sehingga operasionalnya memenuhi standar baku mutu lingkungan,” tambahnya.
Roimon menjelaskan, smelter Merah Putih Ceria mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) berkapasitas 72 MVA untuk memproduksi ferronickel sebesar 63.200 ton per tahun atau sekitar 13.900 ton logam nikel. Smelter ini juga menggunakan Rectangular Electric Furnace, desain tanur persegi panjang yang mampu menahan panas lebih lama, meningkatkan efisiensi energi, dan secara signifikan menekan emisi gas buang.
Seluruh kebutuhan listrik Smelter Merah Putih dipasok dari PLN UID Sulselrabar yang telah mengantongi Renewable Energy Certificate (REC), mendukung komitmen Ceria terhadap operasional rendah karbon (low carbon operation) dan dekarbonisasi nasional.
“PT Ceria berkomitmen untuk terus mendorong ekonomi hijau, memperkuat praktik pertambangan berkelanjutan (Good Mining Practice), dan mengukuhkan posisi Indonesia sebagai pusat industri nikel hijau dunia,” tandasnya. (*)